Dekati jatuh tempo dan khawatir tak capai target, DPPKA baru lakukan sosialisasi ke warga
Sumenep- Tercatat di dinas pendapatan, pengelolaan kekayaan dan aset daerah (DPPKA) hingga saat ini penerimaan dari pajak bumi dan bangunan untuk kabupaten Sumenep, baru mencapai Rp. 1,4 Milliard, sedangkan target harus mencapai Rp. 4,5 Milliard, dan lagi mengingat waktu, yang semakin mendekati jatuh tempo penerimaan, yakni tepat pada tanggal 30 Desember 2016 ini.
Hal tersebut mengundang reaksi dari beberapa kalangan masyarakat Sumenep, salah satu nya adalah aktifis pemerhati rakyat, Bagus Junaedi, yang mengutarakan bahwa dengan berlangsungnya kondisi masyarakat sumenep terkait tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan tersebut, dirinya menganalisa karena persoalan tersebut disebabkan oleh keterbiasaan masyarakat Sumenep, dimana sebelumnya selama beberapa tahun, masyarakat dienakan dengan adanya PBB yang di gratiskan oleh pemerintahan Sumenep.
“ kenapa nunggak? Ya karena hingga saat ini warga masih menganggap PBB masih gratis “, ungkap Bagus Junaedi.
Berdasarkan kajian nya, Bagus Junaedi, menguraikan bahwa selama beberapa tahun sebelumnya PBB di gratiskan oleh pemerintah daerah Sumenep, namun setelah terganjal persoalan hukum, akhirnya PBB kembali dipungut, sesuai dengan peraturan yang ada. Melihat atas kondisi tersebut, Bagus menyimpulkan bahwa masyarakat Sumenep masih butuh waktu lagi untuk tertib PBB, bukan semata-mata menyudutkan masyarakat Sumenep lah, imbuhnya.
Selain itu Bagus Junaedi sedikit menyinggung, dinas pendapatan, pengelolaan kekayaan dan aset daerah Sumenep, yang dalam persoalan ini, ibaratkan masih menunggu ‘kebakaran jenggot’, dimana menurutnya kondisi seperti ini seharusnya telah dipahami jauh-jauh waktu, bukan mendadak dan setelah menjadi persoalan baru mau sosialisasi.
Seperti diketahui, dinas pendapatan, pengelolaan keruangan dan aset daerah Kabupaten Sumenep, melalui kepala bidang pendapatan, Imam Sukandi, menyampaikan kepada sejumlah awak media, bahwa tingginya tunggakan masyarakat atas tunggakan PBB ini disebabkan karena masyarakat dianggap enggan membayar PBB, lantaran untuk memenuhi tanggungan pembayaran PBB, masyarakat dibawah beranggapan akan mengandalkan bantuan dana dari pusat, seperti dana desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).(afif/Ros/red)