
Padahal, kata dia, ganja adalah sebuah tanaman, layaknya jahe dan herbal lainnya.
Pemerintah menggolongkan ganja ke dalam jenis narkotika golongan 1 dalam UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Karenanya, pengguna ganja di Indonesia bisa dijerat oleh hukum yang berlaku.
Namun Ketua Yayasan Sativa Nusantara, Inang Winarso menegaskan bahwa ganja adalah tanaman yang memiliki manfaat. Sehingga, dia menilai penggolongan ganja sebagai narkotika tak memiliki bukti ilmiah sama sekali.
“Kenapa ganja dilarang dalam UU No 35 tahun 2009, padahal tidak ada satupun yang mendasari lahirnya undang undang tersebut. Tidak ada satupun dokumen yang dijadikan lampiran. Bahkan, golongan narkotika 1,2,3 tidak didasari oleh naskah akademik atau penelitian, sehingga hanya berdasarkan mitos,” kata Inang dalam sebuah diskusi menyambut Global Marijuana March 2016 di Tebet, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Menurut Inang, pemerintah te;ah membuat kekeliruan besar dalam menimbulkan persepsi mengenai ganja di masyarakat. Padahal, kata dia, ganja adalah sebuah tanaman, layaknya jahe dan herbal lainnya yang diciptakan Tuhan dengan tujuan tertentu.
“Dianggap membahayakan padahal kalau memang berbahaya mungkin separuh masyarakat Aceh sudah kena gangguan jiwa karena penggunaan ganja di Aceh sudah seperti membuat teh jahe. Tapi buktinya toh tidak terjadi yang demikian itu,” ujarnya menjelaskan.
Bahkan Inang berani menyebut bahwa ganja dapat mengobati berbagai penyakit seperti kencing manis, kanker getah bening, kanker payudara, dan cerebral palsy. Dia bersama gerakan Lingkar Ganja Nusantara juga telah mengajukan izin riset penelitian kepada Kementerian Kesehatan mengulik manfaat ekstrak ganja.
“Butuh waktu tiga tahun hingga mendapatkan persetujuan BPOM karena harus melewati sederet uji laboratorium, uji klinis terhadap binatang hingga ke manusia. Tapi kami tidak patah semangat karena hal ini bersifat urgen yang dibutuhkan mereka yang sedang sakit,” kata dia.(suara.com)